Wednesday, 14 March 2012
Apakah Iran sungguh punya senjata nuklir dan membahayakan dunia? Saya
pikir tidak berlebihan bila mengatakan, pertanyaan ini belum punya
jawaban memuaskan atau final bagi semua pihak.
Rata-rata publik masih menebak- nebak bagaimana kondisi riilnya. Bagi
yang pro-Iran, jawabannya bisa definitif "tidak" atau "tidak mungkin",
tetapi bagi yang awam politik di Timur Tengah, ada ruang untuk
mengatakan "belum tahu". Bagi saya, ketegangan yang belakangan terjadi
antara Iran dan Amerika Serikat (AS) merupakan bahan refleksi menarik.
Pertama, telah terjadi perang dingin baru yang berkembang dalam politik
internasional. Indonesia harus waspada dan bisa menyikapinya dengan bijak.
Kedua, tersedia peluang bagus bagi Indonesia dalam hal kekuatan
diplomasi, tetapi belum dimanfaatkan optimal. Pertama,soal perang dingin
baru dalam politik internasional. Ketegangan antara Iran dan AS, yang
juga diramaikan ketidakjelasan posisi politik China dan Rusia,
sesungguhnya merupakan tanda perbedaan pendapat yang cukup tajam
antarnegara besar di dunia. Perbedaan pendapat ini mencakup cara
berpikir, cara melihat, cara merasakan, dan cara bertindak ketika
menghadapi suatu fenomena.
Fenomena itu adalah kepemilikan program dan fasilitas pengayaan uranium
Iran. Informasi mengenai Iran maupun AS samasama telah melalui proses
framing atau pembentukan persepsi tertentu.Artinya,pembaca akan sangat
mudah dipengaruhi pemilihan kata-kata serta sudut pandang tertentu dari
suatu berita. Misalnya, ketika kita membaca media-media terbitan AS,
tanpa disadari ada penekanan pada sudut pandang para pengambil keputusan
di AS atas Iran sehingga muncul pembahasan, Iran sedang melakukan
permainan "adu nyali"(chicken game) atau bahwa penting bagi semua pihak
untuk menjauhkan senjata nuklir dari tangan para mulah yang otoriter.
Sulit menemukan sisi pembuktian tentang niat Iran yang sesungguhnya
dalam artikel-artikel tersebut.Apakah jumlah fasilitas pengayaan
uranium, ilmuwanataukepemilikanreaktor heavy water di sana berarti Iran
sedang mengembangkan senjata nuklir? Bukankah kepemilikan atas komponen
dan bahan baku senjata nuklir belum tentu berarti kepemilikan akan
senjata nuklir? Di pihak lain,ketika berhadapan dengan berita-berita
dari Iran, yang muncul adalah pernyataan-pernyataan defensif dari para
petinggi di republik itu. Ada pula pernyataan, mereka tidak takut bila
sampai diserang AS.
Ketika kedua sudut pandang itu dibaca orang-orang awam,yang muncul kesan
bahwa Iran adalah pembangkang yang gemar dan siap perang. Istilah yang
dipakai di mediamedia AS adalah defiant dan belligerent. Ketika pihak
pro- Iran menjawab tuduhan tersebut "kekanak-kanakan" atau "tidak
berdasar", hal itu tidak mengurangi kesan Iran memang perlu diwaspadai.
Inilah perang dingin di mana informasi, persepsi, dan perilaku publik
dibatasi dan dipengaruhi agar jangan sampai berita yang riil justru
bocor ke publik. Sebenarnya perang macam ini bukan hal baru bagi Indonesia.
Generasi yang pernah hidup di zaman perang dingin antara AS dan Uni
Soviet masih ada dan bisa menceritakan selukbeluk serta kerepotan hidup
di zaman itu. Dibandingkan Uni Soviet, Iran memang belum seberapa karena
dia merupakan pendatang baru dalam hal mendorong agenda ideologi ke
tataran dunia global. Namun terlepas dari itu semua, Indonesia sebaiknya
tidak terjebak dalam dikotomi "percaya pada Iran atau pada AS".
Indonesia sebagai negara besar yang juga berpenduduk mayoritas muslim
selayaknya bisa lebih bijak dengan cara bisa melihat gambar besar dan
tidak lupa pada kepentingan nasional Indonesia.
Misalnya, Indonesia dikenal sebagai salah satu pendukung NPT
(non-proliferation treaty) yang patuh.Kesepakatan internasional itu
menggarisbawahi bahwa perlucutan senjata dan penghindaran terhadap
pengembangbiakan (proliferasi) senjata nuklir adalah suatu etika bersama
yang patut dijaga walaupun di sisi lain diakui, semua negara di dunia
punya hak untuk mengembangkan teknologi nuklir secara damai.
Satu hal yang layaknya dikenali Indonesia adalah,NPT memiliki daya
diplomasi tinggi untuk mencairkan suasana perang dingin yang sedang
berkembang. Ini poin saya yang kedua. Kenyataannya memang belum ada
negara dunia mana pun yang punya kecukupan energi, padahal di pihak
lain, ketidakcukupan tersebut kerap dijadikan penekan oleh negara lain.
Contohnya Rusia yang bisa menghentikan pasokan gas ke Eropa atau AS dan
China yang kebingungan mencari sumber kecukupan energi bagi penduduknya.
Indonesia pun harus diakui sedang mengalami problem serupa.
Maka, daripada terjebak dalam dikotomi ada atau tidak senjata nuklir di
Iran, mengapa tidak mengampanyekan kerja sama pengembangan teknologi
nuklir untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan energi? Tentu butuh
keberanian untuk menghadapi tekanan pihakpihak yang tidak setuju di
dalam negeri sendiri atau dari pihak pengusaha minyak, tetapi
realitasnya, kecukupan energi merupakan kebutuhan semua negara untuk
bertumbuh secara ekonomi. Melalui ini, Iran bisa dilibatkan dalam dialog
konstruktif tanpa Indonesia mengorbankan ideologi bangsa ini,yakni
Pancasila.
Di sinilah kepiawaian para diplomat Indonesia dituntut agar perang
dingin tidak memenjarakan Indonesia dalam ketidakberdayaan. Pernyataan-
pernyataan pimpinan negara dan diplomat Indonesia pun perlu mencerminkan
kepiawaian itu. Inilah esensi politik luar negeri bebas aktif; bisa
mencari arah baru yang mencerahkan bagi semua pihak, bebas dari tekanan
negara lain, dan aktif memperjuangkan kemaslahatan umat manusia.
DINNA WISNU PHD
Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/477548/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
